<![CDATA[Sekolah Kembang - Cerita Alumni]]>Mon, 17 Nov 2025 00:54:30 -0800Weebly<![CDATA[Jejak Kecil, Makna Besar — Kisah Radit dari Kembang]]>Mon, 17 Nov 2025 03:34:16 GMThttps://www.sekolahkembang.sch.id/ceritalumnikembang/jejak-kecil-makna-besar-kisah-radit-dari-kembang
"...rasa aman adalah awal dari keberanian untuk kemudian mengikuti kegiatan belajar di kelas."
Bagi Radit, perjalanan setelah lulus dari Sekolah Kembang adalah langkah pertama untuk benar-benar mengenal dunia luar—dunia yang penuh warna, tantangan, dan pembelajaran baru. Setelah delapan tahun tumbuh di lingkungan yang hangat dan menyenangkan, keluar dari “zona nyaman” terasa mendebarkan. Tapi justru dari situ, semangat untuk terus belajar dan mencari jati diri semakin tumbuh.

Perjalanan akademis Radit terbilang beragam. Ia sempat menekuni Ilmu Budaya dan riset antropologi di bangku kuliah, sebelum akhirnya berlabuh di dunia Public Relations—bidang yang awalnya tak disengaja, namun kini justru terasa begitu pas. 
“Belajar lintas disiplin membuat hidup lebih kaya pengalaman,” ujarnya.

Bekal dari Kembang: Ruang Ekspresi dan Keberanian
Ketika menengok ke belakang, Radit menyadari banyak hal yang ia pelajari di Kembang tanpa disadari menjadi bekal penting dalam perjalanannya saat ini khususnya dalam pekerjaan.

Kembang memberinya ruang untuk mengekspresikan diri: berbicara di depan publik, presentasi saat ujian praktik karya tulis, tampil dalam drama pertunjukan ulang tahun sekolah, bahkan menyutradarai pertunjukan kelas. Dari situ, keberanian dan kepercayaan diri tumbuh perlahan, hingga akhirnya membentuk jalan karier di bidang komunikasi.

Nilai dan Kenangan Manis

Lebih dari sekadar keterampilan, Kembang juga menanamkan nilai-nilai yang turut dipupuk sedari dini dan ia pegang sampai hari ini — ketulusan dalam bekerja, tanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai, serta kepekaan terhadap sesama. 
“Saya dididik untuk tidak hanya kaya pikiran, tapi juga kaya hati,” kata Radit.

Kenangan yang paling berkesan baginya adalah saat tim Kembang menjuarai lomba paduan suara se-Jabodetabek di RRI Jakarta. 
“Kami masih kecil waktu itu, ikut lomba saja sudah senang. Tapi menang—itu rasanya luar biasa,” kenangnya. 
Hadiah yang mereka dapatkan saat itu disumbangkan untuk sekolah lain yang membutuhkan. Sebuah pelajaran sederhana namun membekas: berbagi kebahagiaan akan selalu membuat hati penuh.

Ada pula kenangan kecil dari masa TK — saat pertama kali masuk sekolah, Radit merasa cemas dan takut karena harus berhadapan dengan lingkungan yang asing. Hingga akhirnya, Ibu Yani, penjaga kantin Kembang, mempersilakan Radit bermain di sekitar kantin sambil menyesuaikan diri.

“Dari situ saya belajar bahwa rasa aman adalah awal dari keberanian untuk kemudian mengikuti kegiatan belajar di kelas,” tuturnya.

Kembali ke Kembang: Membuka Ruang Cerita bersama Alumni

Kini, setelah 13 tahun lulus, Radit ingin kembali berbagi untuk Kembang — tempat yang ia anggap sebagai rumah kedua. Bersama Kande, sesama alumni, Radit berencana membuka ruang cerita bagi alumni untuk terhubung kembali dengan murid-murid Kembang. Melalui kisah-kisah kecil, mereka ingin menumbuhkan ruang diskusi dan inspirasi bersama.

“Belajar adalah proses panjang yang berbeda bagi setiap orang,” pesan Radit untuk adik-adik di Kembang.
Kadang ada gagal dan putus asa, tapi justru di situlah kita mengenal diri lebih dalam. Teruslah belajar, siapa tahu ada mimpi baru yang sedang menunggu untuk ditemukan.

#sekolahkembang #ceritaalumni #hubunganalumni #radit

]]>
<![CDATA[Dari Trial and Error Jadi Jalan Belajar: Cerita Ayessa, Alumni Angkatan Pertama SD Kembang]]>Mon, 17 Nov 2025 03:23:04 GMThttps://www.sekolahkembang.sch.id/ceritalumnikembang/dari-trial-and-error-jadi-jalan-belajar-cerita-ayessa-alumni-angkatan-pertama-sd-kembang
“Jangan ragu untuk mengeksplorasi diri sedini mungkin, temukan hal-hal yang benar-benar kalian sukai, dan bermimpilah setinggi mungkin. Tapi yang paling penting, tetaplah jadi diri sendiri.”
Berawal dari masa-masa awal SD Kembang berdiri, Ayessa termasuk dalam barisan kecil anak-anak yang menandai sejarah — angkatan pertama yang akrab disebut 10Seru! Ia masih ingat betul suasana kelas waktu itu: sederhana, hangat, dan penuh tawa. Setiap hari selalu ada hal baru yang dicoba bersama guru dan teman-teman.

“Rasanya menyenangkan sekali tumbuh di lingkungan yang memberi ruang untuk bereksperimen dan belajar dari proses,” kenangnya.

Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, nilai-nilai itu tetap menuntun langkahnya. Ayessa bekerja sebagai Project Controller di sebuah perusahaan pengembang properti, berperan dalam pengendalian dan monitoring proyek pengembangan. Namun, perjalanan menuju titik ini bukanlah jalan yang lurus. Ia sempat mencoba beberapa hal berbeda sebelum akhirnya menemukan bidang yang paling cocok.

"Kalau dipikir-pikir, kebiasaan trial and error yang dulu aku alami di Kembang justru sangat berpengaruh. Aku jadi nggak takut mencoba hal baru, lebih terbuka pada proses, dan percaya kalau setiap pengalaman, entah berhasil atau nggak, pasti membawa pelajaran berharga.”

Tumbuh bersama proses

Sebagai bagian dari masa awal SD Kembang berdiri, Ayessa masih ingat bagaimana para guru saat itu juga sedang bereksperimen - menyesuaikan, mencoba hal-hal baru, mencari cara terbaik untuk menciptakan semangat belajar yang menyenangkan. 

"Aku sempat merasakan sendiri bagaimana rasanya memaksimalkan trial and error dengan sadar, agar setiap kesempatan belajar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin," ceritanya.
Dari situ, Ayessa tumbuh menjadi seseorang yang tidak takut mencoba hal baru. Ia terbiasa melihat tantangan bukan sebagai kegagalan, tapi sebagai bagian dari proses belajar.

Kenangan yang Melekat, Penuh Arti dan Kehangatan
Dari sekian banyak kenangan, satu momen yang paling membekas adalah ketika Ayessa dan teman-teman seangkatannya menyusun Mars Kembang. Ia masih bisa merasakan suasana waktu itu — kelas yang hangat, penuh semangat, tawa yang tak henti, dan rasa bangga menjadi bagian dari sesuatu yang khas dan bermakna. 

Dan tentu saja, ada satu hal yang selalu membangkitkan nostalgia setiap kali ia mendengar nama Sekolah Kembang: jajanan Ibu Yani.
“Kami dulu diajarkan untuk menjaga pola makan. Bahkan minum soda pun dibatasi hanya sebulan sekali,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Dari hal sederhana seperti itu, Ayessa belajar untuk lebih sadar terhadap kebiasaan kecil dan alasan di baliknya. Nilai itu pun terbawa hingga kini - jadi lebih reflektif dan sadar terhadap pilihan kecil dalam hidup, bijak dalam berpikir, bekerja, serta berinteraksi dengan orang lain.

Untuk Generasi Kembang Berikutnya
Melihat kembali perjalanan yang sudah dilaluinya, Ayessa ingin berbagi pesan sederhana untuk adik-adik di Kembang saat ini:
“Jangan ragu untuk mengeksplorasi diri sedini mungkin, temukan hal-hal yang benar-benar kalian sukai, dan bermimpilah setinggi mungkin. Tapi yang paling penting, tetaplah jadi diri sendiri.”

Kini, setelah 16 tahun sejak lulus dari SD Kembang, Ayessa ingin tetap menjaga hubungan hangat dengan Sekolah Kembang melalui keterlibatannya di komunitas Keluarga Kembang. Ia berencana mendukung program #KembangSehat lewat kelas poundfit untuk alumni dan orang tua, serta #KembangCFD sebagai ajang temu alumni sebelum bergabung dengan orang tua murid.

“Rasanya penting untuk menjaga nilai-nilai Kembang tetap hidup dari satu generasi ke generasi Kembang berikutnya,” ujarnya menutup percakapan.

✨ Dari Kembang, Ayessa belajar bahwa setiap proses — bahkan yang penuh trial and error — selalu membawa pelajaran berharga.

#sekolahkembang #ceritaalumni #alumnikembang #ayessa
]]>
<![CDATA[Dari Pasir Halaman Kembang ke Dunia Kerja: Cerita Kande, Alumni yang Belajar Jadi Diri Sendiri]]>Mon, 17 Nov 2025 03:12:08 GMThttps://www.sekolahkembang.sch.id/ceritalumnikembang/dari-pasir-halaman-kembang-ke-dunia-kerja-cerita-kande-alumni-yang-belajar-jadi-diri-sendiri
“Semua hal kecil itu berkesan. Kembang membuat masa kecilku penuh kebahagiaan, walaupun sesekali aku jatuh, terluka, atau menangis—tapi semuanya bagian dari perjalanan hidup yang berharga."
Bagi Kande, Sekolah Kembang bukan sekadar tempat belajar. Ia adalah rumah masa kecil yang penuh tawa, air mata, dan kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Sejak Playgroup hingga SD kelas 6, setiap sudut sekolah menjadi bagian dari perjalanannya tumbuh — dari halaman berpasir yang sering jadi ajang bermain, sampai panggung kecil tempat paduan suara tampil setiap tahun.

“Kalau mengingat masa sekolah di Kembang, rasanya seperti kebahagiaan tanpa stres,” kenangnya sambil tertawa. “Kami bebas berekspresi, bebas mencoba, dan diajarkan untuk tidak apa-apa kalau belum tahu semuanya.”

Menemukan Cara Belajar Sendiri
Saat melanjutkan sekolah ke Garuda Cendekia, Kande sadar bahwa budaya belajar di sana berbeda dari Kembang. Namun, satu hal yang ia bawa sejak dulu adalah pelajaran penting bahwa setiap orang punya cara belajar yang berbeda.
“Kami diingatkan untuk punya inisiatif mencari cara belajar yang cocok dengan diri sendiri,” katanya. 
Prinsip itu pula yang akhirnya membuatnya memilih kuliah di bidang perhotelan—karena ia lebih suka belajar melalui praktik.

Dunia perhotelan membawanya pada pengalaman magang di sebuah hotel bintang lima, di mana tanpa diduga ia ditempatkan di divisi HR. Dari situ, jalannya berbelok. Ia menemukan ketertarikan baru pada dunia people management dan terus menelusurinya hingga menjadi karier yang ia tekuni  sekarang.
Nilai dari Kembang yang Selalu Hidup
“Di Kembang aku belajar untuk melakukan hal yang disukai, semangat belajar hal baru, dan nggak apa-apa kalau gagal — kalau perlu nangis dulu juga boleh,” ujarnya sambil tersenyum, mengingat nasihat Bu Arum, salah satu guru yang dulu sering menenangkannya saat nilai matematikanya jelek. Ironisnya, kini pekerjaannya justru banyak berhubungan dengan angka — dan semuanya berjalan baik-baik saja.

Tak hanya itu, pengalaman kecil lain di Kembang juga menanamkan nilai hidup yang terus ia pegang hingga hari ini: istirahat itu penting.

Menjelang Ujian Nasional, Kande masih ingat bagaimana kelasnya diberi satu hari bebas — boleh membaca, bermain, atau bahkan tidur siang bersama. Ternyata itu bukan cuma tentang belajar, tapi tentang memberikan waktu istirahat agar dapat tampil maksimal. Sekarang, di dunia kerja yang cepat dan sibuk, Kande selalu ingat untuk istirahat dan memprioritaskan kesehatan.

Kenangan yang Tak Pernah Pudar
Ada banyak hal kecil yang membangkitkan nostalgia setiap kali ia mendengar kata Sekolah Kembang: kelinci peliharaan bernama Popo, jajanan Ibu Yani, Bakso Pak Kumis, kolam renang almarhum Ibu Yaya, hingga ayunan ban yang sempat membuatnya jatuh. 
“Semua hal kecil itu berkesan. Kembang membuat masa kecilku penuh kebahagiaan, walaupun sesekali aku jatuh, terluka, atau menangis—tapi semuanya bagian dari perjalanan hidup yang berharga,” ujarnya.

Pesan untuk Generasi Kembang Sekarang
“Comparison is the thief of joy,” pesan Kande untuk adik-adik yang kini masih bersekolah di Kembang.
“Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain. Jadikan hal-hal yang kamu belum tahu sebagai motivasi untuk belajar. Dan yang paling penting, pertahankan teman-teman yang selalu mendukungmu, karena mereka akan jadi rumahmu di mana pun kamu berada.”
Hingga kini, Kande masih dekat dengan banyak teman dari masa Playgroup dan SD Kembang. Mereka tumbuh bersama, saling mendukung, dan tetap menjadi safe space satu sama lain.

Kembali untuk Mendengarkan
Kalau suatu hari punya kesempatan kembali ke Kembang, Kande tidak ingin datang untuk mengajar, melainkan untuk mendengarkan. 
“Aku ingin dengar cerita dari anak-anak Kembang sekarang—tentang apa yang mereka rasakan, apa yang mereka pelajari,” ujarnya.

Ia juga tengah berencana bersama beberapa alumni lain untuk membuat sesi berbagi bagi orang tua dan alumni baru agar punya ruang aman untuk bercerita, saling mendukung, dan belajar bersama.
Karena bagi Kande, seperti halnya dulu di Sekolah Kembang, belajar tidak berhenti di ruang kelas. Belajar ada di setiap percakapan, setiap pengalaman, dan setiap pertemuan dengan manusia lain.

#hubunganalumni #ceritaalumni #kande


]]>
<![CDATA[Belajar mengekspesikan diri, hingga akhirnya mengajar dengan cara yang sama]]>Mon, 17 Nov 2025 02:48:44 GMThttps://www.sekolahkembang.sch.id/ceritalumnikembang/belajar-mengekspesikan-diri-hingga-akhirnya-mengajar-dengan-cara-yang-sama
"Tetaplah peduli dan peka terhadap sesama. Jangan pernah lelah belajar dan mencoba hal-hal baru. Karena dari rasa ingin tahu dan kepedulian itulah, kita belajar menjadi manusia yang utuh."

​Almira, SD Angkatan 3

Selama delapan tahun "hidup" di Kembang - dari Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak, hingga Sekolah Dasar - ia belajar banyak hal yang tak hanya soal pelajaran di kelas, tetapi juga tentang keberanian berekspresi, rasa ingin tahu yang besar, dan kegembiraan belajar bersama teman dan guru yang penuh semangat.

Berawal dari ruang kelas 
Salah satu hal yang paling melekat dalam ingatan Almira adalah kebiasaan Kembang yang mendorong anak-anak untuk menulis, membaca, dan mencari tahu banyak hal sendiri. 
"Di Kembang, setiap tugas bukan sekedar mencari jawaban, tetapi juga kesempatan untuk bercerita, berimajinasi, dan mengekspresikan diri," kenangnya. 
Dari sanalah tumbuh minatnya pada sastra, yang membawanya berkuliah di Program Studi Bahasa dan Sastra Prancis, Universitas Brawijaya. Dunia bahasa dan sastra baginya bukan sekadar bidang studi, tapi cara lain untuk mengenal manusia dan kehidupan dengan lebih dalam.

Mengajar dengan Semangat yang Sama
Kini Almira mengajar murid-murid SMA dan SMP. Dalam setiap kelasnya, ia masih membawa semangat yang dulu tumbuh di Kembang.
Ia sering mengajak murid-muridnya belajar lewat presentasi dan poster buatan tangan, agar mereka bisa berkreasi dan menemukan cara belajar mereka sendiri. “Itu terinspirasi dari metode belajar di Kembang dulu—seru, kreatif, tapi tetap disiplin.”

Ia masih mengingat betul bagaimana guru-guru seperti almh. Bu Yaya, Bu Leoni, Bu Janti, Bu Tia, Bu Andin, dan Bu Arum mengajar dengan penuh kesabaran dan kehangatan. 
“Dari mereka, saya belajar bahwa mengajar bukan hanya soal menyampaikan pelajaran, tapi juga menumbuhkan rasa ingin tahu dan kegembiraan belajar dalam diri setiap anak,” ungkapnya. 

Kenangan yang Tak Pernah Pudar 
Menyebut nama Sekolah Kembang, Almira langsung tersenyum. Banyak sekali kenangan kecil yang masih melekat—dari bakso Pak Kumis yang legendaris, alm. Pak Ujang ayah dari Afi yang sangat ramah dengan semua anak, teori musik Bu Lola yang ilmu tidak Almira dapatkan dimana-mana lagi, painting area di taman bermain. Tak hanya itu, perpustakaan yang penuh buku menarik dan berhasil unlock minat Almira dengan buku, hingga pentas seni tahunan yang selalu jadi momen spesial bagi seluruh siswa.
Ia masih ingat perannya dalam drama Lutung Kasarung (sebagai warga desa atau dayang-dayang), Gendang Sang Raja (sebagai singa figuran), dan Hansel & Gretel (sebagai penduduk setempat. Ia belajar bekerja sama, berani tampil di depan banyak orang, dan menikmati proses berkesenian yang seru.

Atau momen berenang di rumah almh. Bu Yaya, belajar Bahasa Inggris di ruang kerjanya yang homey, sambil mendengarkan cerita dan lagu-lagu The Beatles—pengalaman yang sederhana, tapi begitu hangat dan membekas.

Pesan yang ingin disampaikan
Almira mengungkapkan harapan sederhana untuk adik-adik di Sekolah Kembang: tetaplah peduli dan peka terhadap sesama. Jangan pernah lelah belajar dan mencoba hal-hal baru. Karena dari rasa ingin tahu dan kepedulian itulah, kita belajar menjadi manusia yang utuh.

Dan jika suatu hari ia kembali ke Kembang, Almira berharap bisa berbagi cerita dan energi yang sama—mungkin lewat preloved garage sale, sharing session bersama alumni, atau pentas musik kecil yang mempertemukan kembali banyak kenangan.

Karena bagi Almira, Sekolah Kembang bukan hanya tempat belajar, tapi rumah yang menumbuhkan keberanian untuk jadi diri sendiri—dan menularkan semangat itu ke generasi berikutnya.

#hubunganalumni #ceritaalumni #almira 

]]>